Teeet...!
Teeet...! Teeet...!
“Duuuh...
bel uda bunyi. Aku harus segera masuk kelas kalau tidak aku akan terlambat
mengikuti tes.” Zizi mempercepat laju langkahnya menuju kelas. Otaknya berhenti
berpikir sejenak ketika melihat semua peserta telah berkumpul di dalam kelas
disertai pengawas. Semua mata tertuju padanya. Tak ketinggalan juga pengawas
sangar pun melototinya hingga membuat pendirian Zizi runtuh. Lantas spontan
melihat ke arah belakangnya dan ternyata itu temannya yang ingin mengikuti tes
ke Jerman juga. Pikirannya tadi yang tak taruan, sekarang normal kembali. Lalu
mereka pun diizikan masuk setelah memberikan alasan kenapa mereka telat. Ditemani
pena barunya dia benar-benar telah siap dengan berbagai macam pertanyaan di
depannya.
“Horeee uda siaap...!!”
Suara Zizi terdengar dari
sudut kelas. Ternyata dia telah menjawab semua pertanyaannya. Segera dia
menyerahkan lembar jawabannya kepada pengawas dan keluar dari ruangan tersebut.
Zizi pun berharap semua jawabannya benar. Karena inilah satu-satunya jalan
untuknya saat ini supaya bisa memenuhi impiannya tersebut.
“Ayah.. ya ampun, kenapa aku harus
berdiri disini lagi. Aku kan harus segera menghubungi ayahku karena telah
mengikuti tesnya.” Zizi pun segera berlari untuk meminjam hape dari temannya. “Nisa..
pinjam hape nya lah bentar. Bolehkan?
Mau nelpon ayah ni.” Tanpa berkata sepatah kata pun Nisa memberikan hape padanya. Tidak di sia-siakan
pemberian orang, lantas Zizi pun segera menghubungi ayahnya. Tak perlu menunggu
lama, ayahnya pun mengangkatnya. “ Ayah.. ini adek. Adek uda selesai ikut tes
ke Jerman barusan. Ini baru aja keluar dari kelas,” ucap Zizi dengan gembira.
Lantas ayahnya pun memberikan masukan dan nasehat supaya Zizi untuk terus berdoa
demi keberhasilannya menggapai impian.
“Nisa.. ini hape nya. Makasih banged ya uda pinjamin hape nya, kamu memang is the best Nis,” puji Azizah yang biasanya
dipanggil Zizi. Kalau soal muji sih Zizi nomor satu. Maklum karena dia nggak
berani bawa hape ke pesantren, karena
dia juga termasuk salah seorang murid pandai disana. Setelah itu Zizi langsung
kembali ke asramanya untuk menemani bantal yang sudah kedinginan tanpa pelukannya.
“jeh.. aina wisadati? Antunna liat wisadati nggak?” ternyata bantal Zizi tidak
ada di ranjangnya. Ini sudah menjadi hal biasa di pesantren. 5 menit nggak ada
orang di kasur pasti uda ada yang tidurin. Apa lagi kalau kasurnya masih bagus
pasti nggak pernah sepi. Setelah Zizi menemukan bantalnya, lantas dia pun
menaiki ranjangnya untuk tidur siang, ditemani bantal yang sudah hangat akibat
pelukan temannya.
Hari pengumuman pun tiba. Ternyata
para peserta telah menunggu hasil pengumumannya di tempel. Mereka tidak sabar
lagi ingin melihat nama mereka tercantum di selembar kertas yang ditempel di
papan pengumuman. Bagi peserta dari SMK 2 Banda Aceh, hasilnya akan di kirim
melalui email sekolah. “ini pengumumannya uda keluar,” ucap petugas yang menempel
hasil pengumuman tersebut. “jangan ada yang nangis disini ya nanti ya, kalau memang
ada maka hasil pengumuman ini dibatalkan,”tambahnya dengan nada canda. Semua
peserta yang mengikuti tes tersebut berdesakan melihat pengumumannya. Mulai
dari yang tertawa, lompat-lompat, berlari, sujud syukur, dan menangis pun ada
disana. Itulah ekspresi berbagai macam ekspresi mereka ketika melihat hasil
pengumuman.
“Zi.. anti uda liat hasil
pengumumannya belum?” tanya kawannya. Seraya hati Zizi pun tersentak. Ternyata
dia lupa kalau hari ini adalah hari hasil tes pengumuman ke Jerman. “oiyya ana
lupa, ana ganti baju dulu, tunggu ana ya,” kata Zizi. “ana uda liat Zi hasilnya
tadi, hasilnya mengecewakan. Ana nggak lewat Zi,” kata temannya dengan nada
sedih. “yaudah mau gimana lagi kalau uda gitu hasilnya. Yang penting tetap
semangat, kan masih ada gelombang kedua,” nasehat Zizi. Setelah itu Zizi pergi
melihat hasil pengumuman tersebut. Hatinya deg-deg
kan dengan hasil pengumuman tersebut. Dipercepatkan laju langkahnya sambil
berdoa dalam hati kecilnya untuk hasil yang menggembirakan.
Zizi menangis ketika melihat hasil
pengumuman tidak tercantum namanya disana. Melihat Zizi menangis, lalu petugas
pun menghampirinya seraya menyemangatinya supaya berusaha lebih giat lagi. Zizi
pun kembali ke asrama dengan air mata di pipinya. Temannya segera menghampiri
dan memeluknya supaya dia tetap bisa tenang, karena masih ada gelombang kedua
yang akan diadakan beberapa hari kemudian.
Beberapa jam sebelum gelombang kedua
dimulai.
“Zi.. ana urid al’ab tabtabaton,
hayya nal’ab,” ajak temannya yang ingin bermain bulu tangkis. Zizi tak
menghiraukan ajakan temannya. Dia terus belajar dan berusaha sekeras mungkin
untuk bisa lulus pada gelombang kedua, karena dia sangat ingin pergi ke Jerman.
Lantas temannya pun pergi setelah Zizi tak menghiraukan ajakannya tadi.
Waktu H pun tiba. Ternyata Zizi
sudah berada di dalam kelas begitu awal. Dia tidak menghiraukan lagi selain
ingin menjawab pertanyaan dengan benar. Soal pun diserahkan. Dengan segala
kemampuannnya Zizi menjawab semua pertanyaannya. Ketika yang lain sudah keluar,
dia tidak ingin ikutan cepat keluar. Dia hanya fokus pada jawabannya. Dia hanya
ingin impiannya itu bisa terwujud. “waktu habis,” kata pengawas. Lalu Zizi pun
segera mengumpulkan jawabannya. Ketika keluar ruangan temannya bertanya,”kanapa
lama kali Zi? Biasanya kan kamu cepet. Setelah mendengar temannya bertanya, dia
pun memalingkan wajah dan kembali ke asrama untuk istirahat. Ini adalah kali
kedua dimana dia tidak menghiraukan omongan temannnya. Ya, harap dimaklumi saja
kalau dia begitu, karena Jerman impiannya.
“Zizi... anti lulus ke Jerman. Ana
liat tadi ada nama anti di papan pengumuman,” kata temannya gembira. “yang
betol bilang? Jangan bohong, ntar ana juga yang sedih kalau nggak lulus lagi.”
kalau nggak percaya lia aja sendiri sana,” lanjut temannya kesal. Lantas Zizi
dengan segera melihat hasil pengumumannya. Matanya hanya terpusat pada satu
titik yaitu Azizah. Nama yang paling dinantinya untuk muncul di papan
pengumuman tersebut.
Akhirnya, tepat pada 12 Juni 2011 Jerman
pun menjadi miliknya. Musim kemarau terjadi saat itu, sehingga membuat siang
lebih lama dari malam. Sempat dia berpikir kalau itu adalah kiamat. Ya maklum
saja kalau dia sempat berpikran bagitu karena di Indonesia tidak ada hal
demikian yang menjadikan malam lebih singkat dari siang atau sebaliknya.
Walaupun dia sempat berpikiran begitu, berbagai kota di terkenal di Jerman pun tetap
didatanginya. Mulai dari Frankfurt, Heidelberg, hingga Stutgard dan tak
ketinggalan juga dia ke Goethe University yang merupakan salah satu universitas
disana. Puncak Main Tower, mungkin itulah kenangan yang tak pernah bisa dilupakannya.
Salah satu gedung tertinggi di Jerman yang membuatnya ingin selalu menaikinya. Dari
sana terlihat semua yang berada dibawahnya. Pemandangan yang benar-benar wonderful.
Tepat 18 juni 2011, Zizi merayakan
hari ulang tahunnya yang ke-17 disana. Benar-benar terasa istimewa sekali
andaikata semua orang menjadi sepertinya.
By